Minggu, 23 September 2012

Aku bimbang, khuatir


Aku takut umat kita tidak akan bangkit lagi
Walau ekonomi melambung tinggi
Umatku sibuk membeli saham menjual budi
Anggap sekolah, madrasah tidak bererti jika gagal meningkat gaji
Universiti tidak dinilai secara insani, hanya patuh nafsu industri
Yang sering berubah mengikut pasaran
Pasaran berubah mengikut perasaan

Bagaimana kita akan bangkit semula
Memimpin dunia mendapat syurga?

Sabtu, 22 September 2012

Ilmuwan Tiruan dan Sufi Palsu

Sufastaiyyah membunuh hujah sendiri
Bila menolak mutlak ilmu milik insani
Merosak akal, aqidah, agama, sekalian hikmat anugerah Ilahi
Bila mereka berteriak-gila: “ilmu manusia semuanya nisbi.”
“Hanya Allah yang mutlaq dan ilmu-Nya yang kekal abadi.”

Sungguh bebal sufastaiyyah ini: ilmu yaqini nur minal-Llahi
Walaupun bertempat di akal insani, sumbernya tetap di Alam Suci.

Ilmu syakki membawa jiwa
Meronta-ronta penuh derita.
Tiada tetap berpegang
Setiap masa bergoyang

Raden Ajeng Kartini


Wanita bangsawan Jepara ternyata patut dibagga bangsa
Aku dari jauh terhidu mawar disanggul, betapa wanginya!

Kau sedar kekuatan ilmu membebas jiwa, membina bangsa
Namun, pandanganmu setajam helang, menolak sekerasnya:
Pendidikan yang sibuk melatih anggota, menguat otak
Dan mengabaikan peningkatan adab, lalai mengukuh akhlak!


Jika kau hidup pada zamanku ini Raden Kartini
Tentu kau akan banyak menangis, meratapi
Kaummu wanita tidak lagi mahu terbang tinggi
Mencari ilmu, berbakti perbaiki bangsa sendiri.

Agama dan Evolusi

Jika Aflatun melihat kita
Dia ‘kan menista Darwinis semua
Ribuan tahun panjang usia
Masih menonton bebayang didinding gua
Kejahilan gelap dianggapnya cahaya
Fana yang hapus disangka baqa

Mustafa tiada ‘kan kembali lagi
Khatamun Nabi selesailah misi
Khazanah baginda perlu digali
Abad ketujuh tetap penuh berisi
Tinggal kita mengambil erti

Bung Karno


Bung Karno, kau pejuang besar  pemidato unggul seperti Zuhair
Kau, Hatta sekalian kawan menyatu bangsa dari Sabang ke Merauke
Kita bangsa besar dari umat nan agung; namun tidak seperti jagung
Kemerdekaan bukan menghalau musuh dari negeri dan kampung
Kemerdekaan bukan mengibar bendera
Mengingat peristiwa gembira
Kemerdekaan bukan berbarisan berwarna-warni
Berpesta menyanyi mabuk hingga ke pagi

Kemerdekaan mencari makna
 raison d’etre
Sebagai insan khalifah Tuhan, mengurus alam semesta
Mencerah hati dari kegelapan kejahilan,
Membebas budi dari kesempitan bakhil, kedayusan

Mustafa Kemal Ataturk


Kejayaan besarmu di medan perang, malang
Menjadi pendorong kegagalanmu di lain bidang
Kau berjaya menjaga kesatuan, menghalau musuh luaran
Kau gagal mengukuh bangsa, menggali khazanah dalaman

Mustafa Kemal, kau tersilap besar menganggap kekuatan Barat
Berdasarkan peluru bedil, kereta kebal, tali leher, membuka aurat
Huruf Latin, kau duga, membantu Eropah menjadi kuat
Lalu kau memaksa rakyat menolak lisan Uthmani, berteras Arab
Berjuta lampu di Sulaymaniyyah dan segenap tempat menjadi gelap
Dalam satu hari kau padamkan cahaya hasilan ilmu puluhan abad

Ayatullah Ruhullah Khomeini

Kejayaanmu amat besar bagi umat kita di akhir zaman
Dengan kata-kata dan bunga kau runtuhkan sebuah Kerajaan
Cengkaman kejam boneka ganas mengguna kuasa emas hitam
Dengan SAVAKnya puluhan ribu pengikutmu terkorban
…..
Aku ingin bertanya gembirakah kau di Sana?
Melihat wilayah faqihmu pegangan ulama gilakan kuasa
Fuqaha kau maksudkan bukan ulama buatan sekarang
Yang mengerti sedikit hadis, hukum dan ayat al-Qur’an.
Sikap melampau: mereka terpenjara dalam
 mazhab
Ta’assub 
sangat kepada Ali, mereka lupa akan Muhammad.

Puyuh dengan Helang

Bijak pandai kita pernah mengarang
Ketinggian pokok, hanya diketahui helang
Puyuh tidak mampu terbang, hanya tahu dalamnya hutan
Ilmuwan palsu seperti puyuh di puncak Meranti bertanya helang:
“Kenapa kau bersusah payah membina sarang di atas awan?
Lebih mudah membina rumah di celah semak di atas tanah.”
Helang senyum menjawab senang, tidak gelabah:
“Mataku nan tajam diamanah menjaga alam
Daripada tikus, ular dan perosak sekalian.”


Ilmuwan tiruan seperti puyuh mencuri paruh dan sayap helang
Ijazah berjela, kajian merata, kerusi diduduki tidak terbilang,
Bagi penguasa dan pentadbir yang dilatih mereka semua
Ilmuwan sebegini hanya menjaja nama dan mengulangi kata.

Rabu, 19 September 2012

Saat Aku Tanya Ketidakadilan Itu Apa


Kulihat nanar pemberitaan semesta disuatu senja, kala yang lain mungkin masih sibuk dengan kemacetan Jakarta. Ada yang menggelitik ruang tanya dalam hatiku, mengapa selalu ketidakadilan?Mengapa selalu yang terpinggirkan, yang selalu menjadi sasaran ego kebinatangan seorang manusia?apalagi mereka seharusnya menjadi teladan ditengah-tengah carut marut zaman yang makin tak terkendali.

Pada ruang itu, dalam relung hatiku sejenak ku kumpulkan serpihan kesempurnaan indera yang diberikan Tuhan untuk ku. Saat kutanya pada hatiku, dengan sedikit kecewa dia mengatakan;

“Rimba waktu yang kian liar pada sedikitnya orang-orang sadar, menginformasikan aku bahwa ada yang hilang dikedalaman bijak manusia masa kini. Karena titik-titik hitam yang tanpa sadar mereka kumpulkan, perlahan menutupi cahaya penglihatan kearifan langkah nafasnya”

Aku tersenyum kala itu, karena memang itulah kenyataan zaman ini. Di kala segala yang instan dan yang dulu dianggap tabu, kini lumrah dan malah menjadi trend yang seakan membudaya dan harus terlestarikan. Lalu sejenak aku menatap sang ego yang sedari tadi hanya tertawa terkekeh-kekeh, dan dia berkata;

Dalam Kebaikan Ada Cinta-Mu


Kala ku tak sadar,
Ada sepi yang KAU hias dirindu kemeriahan waktu dibisu ejaan asa pada bentangan gema cinta-Mu. Dan detik kala itu terasa lambat menggenggam kebeningan ruang fikir, padahal selalu keberadaan-Mu terlihat dalam nuasa-nuasa rasa yang terlintas sendirinya.
Ada duka ditiada bangga warna haru, karena-Mu meniada dalam keberadaan permainan senda gurau belaka. Dan manusia semata yakin terlupa tanpa sesal pun air mata, lalu aku jadi terbiasa mengiya.

Ketika aku mulai berfikir,
Ada keagungan yang berantai turun melalui hirarki keajaiban, ada kearifan yang terpaksa terlaksana sementara jiwa buruk sadar jaga, ada tata tutur terprosedur dengan lidah doa yang percaya, ada kepantasan yang terjewantahkan pada langkah-langkah tulus pengharapan, disitu ada-Mu berada dalam keberadaan ciptaan-Nya.

Kulihat, dalam akal ini bicara tentang-Mu disela-sela celah tebaran abstrak yang terlantun halus terlukis pada paparan kejadian. Jika bukan karena-Mu, aku pasti ditiada kasih-Mu yang jua terluput syukur pada-Mu. Walau tak jarang pun aku tak kuasa menjangkaunya.

Gerak manusia ini pun adalah getaran nafas sayang-Mu yang menggaung teralir bersama senyawa nyawa kehidupan semesta. Walau tak jarang hamba-Mu mengacuhkan-Mu yang menjaganya dalam keramahtamahan penjagaan-Nya.

TERBANGLAH ELANG-ELANG GAGAH


Teruntuk kita, elang-elang gagah

Dulu kita bersama berpayah lelah,
Mendirikan tegar di tegak tiap langkah
Terus berusaha, kemudian pada-Nya kita pasrah
Penuh semangat pentang menyerah

Dulu kita bersama belajar tajam menatap
Di tiap episode aturan-Nya yang mantap
Papa mama kita selalu berucap
Bersyukurlah...., oleh-Nya kita masih diberi amanah

Kini kita, elang-elang gagah

Mengepakkan sayap sejarah ke segala arah
Mengeja Yang Esa ke seluruh jiwa
Walau jauh, cinta kasih itu selalu ada